Wednesday, April 23, 2008

Profesional dan Personal


Bekerja dalam sebuah instansi, industri (rumahan, menengah, sederhana, atau mewah), atau perusahaan, pastilah dituntut untuk profesional. Ini adalah konsekuensi dan tanggung jawab kita atas amanah perusahaan kepada kita. Di sisi lain, kita juga memiliki hak-hak atas kerja kita itu.

Profesionalitas itu kalau diyakini sebagai tanggung jawab dan disadari secara sepenuh hati, insya Allah meringankan segala tugas dan kewajiban kita. Tapi, ada satu hal yang perlu diingat. Kita harus membedakan hal-hal yang bersifat profesional dan personal. Kita harus ikhlas tidak dibayar atas pekerjaan kita dengan dalih bahwa Allah pasti akan membayar yang lebih di Hari Perhitungan nanti; memberikan pekerjaan kepada orang yang tidak memiliki kualifikasi--atas nama membantu sesama--padahal pekerjaan yang diberikan malah tidak efektif, alias berantakan; dsb, inilah yang aku anggap tidak profesional.

Setiap kita tentunya paham bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan di dunia ini tentunya ingin bermuara pada ridha Allah. Insya Allah orang-orang yang beriman memahami itu. Tetapi masalah profesionalitas dunia kerja bukan hanya hablum minallaah, ia juga berkenaan dengan hablum minan naas. Siapa yang berbuat zhalim terhadap saudaranya (sesamanya) apakah mendapat ridha-Nya?

Kalau semua dalih itu yang dijadikan tameng membekukan dengungan para pekerja, ya sudah. Buat saja perusahaan yang benar-benar diabdikan untuk umat demi mendapat ridha Allah. Tidak perlu meminta bayaran, tidak perlu menjual, tidak perlu menarik keuntungan, tidak perlu mempermasalahkan kerugian. Toh, Allah akan memberikan ganjaran yang lebih nanti di akhirat.

Apakah ini sesuai?

"Bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari, dan bekerjalah kamu untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya." (HR Bukhari)


Kita diperintahkan untuk menyesuaikan diri, berlaku adil di dunia demi mendapat akhirat yang baik.

*setelah melakukan protes yg enggak didengar*

Monday, April 21, 2008

Aku Tak Bisa Baik

Lagi ada yang mengganjal hati, nih. Udah berusaha untuk membicarakan langsung kepada yang bersangkutan. Semoga apa yang aku sampaikan bisa mendapat penjelasan.

Sebenarnya, bukan diharap untuk didengar dan dituruti sebab aku menyampaikan keganjalan di hatiku ini. Aku melakukannya agar tak ada prasangka, agar semua yang aku anggap "enggak beres" mendapat penjelasan mengapa jadi seperti itu. Pokoknya, tidak ada yg mengganjal hati.

Ngomong apaan, sih? Tau, ah!

Friday, April 18, 2008

Dirundung Sendu


seperti ada yang menyekap hatiku
ah..., ada rasa yang tak bisa kugambarkan
ia ada namun tak tentu
apa ini? celoteh jemuku

tak ada jawaban
tapi rasanya menyesakkan
sendu nan syahdu
adakah ia mau berdamai dengan diriku?



*wakss... tiba2 bikin puisi???!!!*

Thursday, April 17, 2008

Runtuh Juga Pertahanan


Alhamdulillah, sekali lagi Allah mengingatkanku. Allah menegurku yang telah berbuat zhalim terhadap fisikku. Setelah beberapa minggu beredar tiada henti, sering kehujanan dan menantang angin malam tanpa memerhatikan pola makan, akhirnya benteng pertahanan tubuhku runtuh jua.

Syukurlah Allah tidak menegurku dengan memberikan penyakit yang parah. Hanya kurasa bahwa fisikku protes karena tidak ada jeda dia bekerja. Pagi siaga, malam tak henti juga bekerja. Mengejar setoran yang padahal aku bisa menolaknya. Tapi dasar manusia, rakus, ingin dikerjakan semua. Astaghfirullah... Ampuni hamba, ya Allah.

Segala nikmat-Nya aku abaikan demi mengejar dunia yang pasti fana. Jikalah aku terjaga di malam hari, kenapa pula bukan untuk mendekat kepada-Nya. Sungguh, apa sih yang aku cari?

Penciptaan manusia amatlah sempurna, tapi aku mengabaikan hak dan kewajibanku terhadap diriku. Harusnya aku menjaganya, harusnya aku memberikan haknya, harusnya aku menggunakannya sesuai kadarnya. Tapi apa yang aku lakukan? Dengan sombongnya dan merasa jagoan, aku menganggap semua bisa aku lakukan.
Tenang saja, aku bisa mengemban semua itu. Percayalah!
begitu aku menganggapnya.

Akhirnya, runtuh juga pertahanan itu. Allah menegurku begitu manisnya. Adakah aku harus bermuram durja? Tidak pantas! Sungguh, seharusnya aku mesti bersyukur karena tegurannya tidaklah begitu dahsyatnya. Meski begitu, benarlah bahwa sehat itu mahal harganya. Ia begitu berharga.

Allahumma 'aafinii bi badanii, Allahumma 'aafinii fi sam'ii, Allahumma 'aafini fi basharii.

Tuesday, April 15, 2008

Sepatu vs Sandal


Sejak zaman sekolah sampai gak sekolah dan pengen sekolah lagi ini, aku memang lebih suka memakai sepatu kasual yang jauh sekali dari model sepatu wanita. Faktor utamanya adalah karena ukuran kakiku yang di atas rata-rata wanita biasa, juga karena kebiasaan jalanku yang kayak kuda makanya sepatu wanita itu bakalan cepet rusak.

Demi efesiensi dana, maka aku pun lebih memilih untuk memakai sepatu olahraga. Praktis dan ekonomis :D

Ketika kuliah, aku tidak pernah merasa risih memakai sepatu yang agak beda dengan busana. Aku cuek aja meski memakai gamis dan jilbab, tetapi kakiku mengenakan sepatu kets. Bahkan santai saja sewaktu harus menghadiri rapat bareng dosen, dekan, dan guru besar. Yah, namanya juga mahasiswa, banyak kok yang seperti itu.

Sewaktu naik angkot pulang dari kampus, aku yang kebetulan duduk di samping pak sopir ditanya oleh dia, "Neng, sepatunya bagus." Em... waktu itu sih aku gak tau kalau itu maksudnya sindiran, maka aku jawab saja. "Alhamdulillah, Pak. Ini sepatu terawet yang saya punya. Sejak SMU sampai sekarang saya mau lulus kuliah, masih bagus."

"Bukan begitu, Neng. Maksud saya, sepatunya kok gak sesuai sama kostumnya." What!!! Saya jadi malu juga waktu itu. Hehehehe.... Saya bilang saja kalau sepatu saya ya cuma itu satu-satunya. Maklum, mahasiswa kan dananya terbatas :p

Kebiasaanku pun berlanjut sampai sekarang ketika aku memasuki dunia kerja. Dunia di mana formalitas amat dijaga. Aku menghargai peraturan untuk rapi dan menjaga penampilan saat bekerja, tapi...

Terus terang, aku ada sepatu wanita, tapi itu khusus operasional di dalam kantor. Aku pun sengaja meletakkannya di bawah meja kerja, tidak pernah aku bawa pulang ke rumah. Sedangkan untuk pulang pergi atau keluar kantor, aku menggunakan sepatu sandal. Lebih praktis dan awet pemakaiannya. Maklumlah, aku juga pengendara motor, jadi lebih ringkas kalau memakai sandal.

Pernah aku ditegur oleh GM sewaktu berpapasan pulang dari kantor. Kebetulan memang kami berpapasan masih di dalam kantor.

"Mbak, besok semua karyawan harus pakai sepatu, ya!" begitu perintahnya
"Saya ada kok Pak sepatu. Saya taruh di ruangan. Ini untuk 'dinas luar'," kelitku.

Anyway, apa pun yang kamu pakai, tidaklah masalah. Penilaian itu bukanlah dari yang kasat mata -------> pembenaran untuk diri pribadi :D

Monday, April 14, 2008

Jalani Saja

Satu minggu itu ada tujuh hari lho, Senin sampai Ahad. Tapi dari hari Senin sampai ketemu Senin, kok ya ndak ada free day, ya?

Begitulah kenyataan jadwalku. Maklumlah, penganut "Sabtu Kerja Itu Keren", so mesti mengais rezeki di hari itu. Ahad tentu saja liburlah, tanggal merah permanent. Tapi kegiatanku sampai 2 bulan ke depan mengharuskan aku untuk gerilya di tiap hari Ahad, dari pagi sampai malam. Pulangnya kadang ngalahin pulang hari kerja yang bisa sampai rumah sebelum Maghrib. Capek? Jelaslah....

Tapi semua itu aku syukuri, aku jalani dengan senang hati. Aku ingat perkataan seorang tokoh pergerakan yang menyebutkan bahwa
kewajiban kita lebih banyak daripada waktu yang kita miliki.
Aku menganggap semua yang aku jalani sebagai kompensasi dari posisiku sebagai umat, sebagai anggota masyarakat, sebagai anggota keluarga. Jika menjalankannya hanya sekadar untuk menggugurkan kewajiban, rasanya tidak berkesan. Oleh karena itu, aku berharap bisa konsisten menjalankannya dengan suka cita. Semoga fisikku pun mampu memahaminya, jadi aku enggak gampang sakit-sakitan. Amin....

Friday, April 11, 2008

Jangan Ada Prasangka, Dong...

Pengennya bisa menjalin pertemanan, bahkan persaudaraan sama orang-orang yang tidak terkait hubungan darah dengan baik. Bisa bercerita, berbagi, dan gembira bersama. Enggak ada prasangka, enggak ada perasaan enggak enakkan karena khawatir menyinggung, khawatir terlalu kelewatan, dll. pengennya santailah pokoknya.

Namanya juga namanya.... Kepribadian orang mah beda-beda. Ada yang egois, pemalu, cuek, sensitif, posesif, agresif, aktif, insentif, kolektif, ih... ngelantur :D

Tapi bener, deh. Pengen banget terus terang kalau misalnya ada yang gak disukai atau ada yang gak sreg, maunya aku bisa langsung ngomong terang-terangan. Awalnya aku sih asyik-asyik aja kayak gitu. Misalnya, pagi ini aku ngomong ama seseorang kalau aku gak setuju ama seseorang. Pagi sampai siang sih aman, damai, sentosa. Malamnya dapat sms panjaaaaaaaaaaaaaaaaang kali lebar yang bilang kalau dia merasa tersinggung. Duh, kenapa gak bilang langsung pas tadi ketemu. Kalau memang orang yang aku bilangin tuh gak ketemu atau berada di tempat yang jauh, aku akan maklum penyampaian ketidaksetujuannya via sms atau YM. Tapi kalau yang saban hari ketemu? Em... aku jadi merasa kalau diriku terlampau arogan, egois, keras kepala, yang enggak bisa diajak kompromi. Kesannya aku tuh bebal banget sampai gak bisa dibilangin secara langsung.

Karena aku penganut paham bicaralah secara langsung apa yang kamu suka atau enggak suka kepada orang lain, atau tanyalah langsung kepada narasumber kalau kamu merasa ada hal-hal yang besangkutan dengan orang tersebut dan kamu enggak sepaham, maka aku pun bersikap demikian untuk diriku. Aku amat menghargai sekali jika orang-orang bertanya langsung kepadaku tentang suatu hal yang berhubungan denganku yang didengar dari orang lain. Atau jika ada hal-hal dariku yang enggak menyenangkan, aku terima jika orang tersebut ngomong secara langsung ke aku. Sungguh, aku menerima itu, bahkan lebih menghargainya daripada menggunjingkannya di belakang atau tiba-tiba ada pesan-pesan sponsor yang kuterima dari orang lain.

Anyway, emang cara orang beda-beda. Semoga aku bisa lebih baik menyikapi itu semua.

Thursday, April 10, 2008

Doa untukmu Saudaraku


Allahumma Anta Asy-Syaafi Laa syifaa'an illa syifaa'uka Syifaa'an la yughaadiru saqama

Duhai saudaraku,
semalam itu kali pertama aku melihatmu
aku mungkin tak mampu membantumu
tak bisa meringankan beban sakitmu
menjaga semalaman sampai terjagamu

Namun,
aku merasakan betapa gigih perjuanganmu
begitu tegarnya dirimu
teduhnya raut wajahmu
meski sesak itu tetap membalutmu

Saudaraku,
tak ada kata dariku
lidahku kelu
larut dalam cerita sakitmu
kuharap kesembuhan bagimu

Syafakallah...

Wednesday, April 9, 2008

Bicara Tepat dengan Akhwat


Terbiasa dengan bicara blak-blakan dan terang-terangan selama di keluarga yang mayoritas bergender maskulin, bikin saya pusing bin bingung kalau berinteraksi dengan akhwat (baca: perempuan). Ketika berbicara atau bercanda, saya tidak merasa bahwa candaan saya itu berlebihan atau menyakiti. Yah... namanya juga bercanda, masak iya serius, sih. Begitu pikir saya. Tapi memang kenyataannya begitu.

Mungkin memang seharusnya bisa berbicara secara proporsional. Tau cara bicara apa dengan siapa, tau bagaimana bicara dan seperti apa. Mungkin tidak cuma ketika berbicara dengan akhwat, dengan laki-laki, anak-anak, orang tua, dsb. harusnya juga memiliki cara tertentu. Duh... perasaan saya lulusan bahasa, deh. Tapi kok ya gak pernah bisa bicara dengan baik dan benar.

Ada yang tau cara bicara tepat dengan para akhwat???

Tuesday, April 8, 2008

STT (Selingkuh Terang-Terangan)

Assalamu’alaikum

Eits... saya bukan memberi provokasi apalagi alibi untuk melakukan perselingkuhan. Saya tetap menjunjung tinggi kesetiaan, apalagi pada Tuhan dan pasangan hidup (ini khusus bagi yang sudah menikah). Whaaaat??? Saya meracau tentang apaan, sih?

Padahal saya cuma mau bilang, carilah blog lain jika blog yang selama ini Anda tempati ternyata terkena imbas blokir. Masih baaaaaaaaaaaaaanyak blog-blog gratisan lainnya. Ini saya rasakan sekali ketika blog Multiply saya diblokir. Maka saya anjurkan kepada para blogger untuk "selingkuh" saja. Dunia blog bukan hanya multiply meski mungkin sudah banyak kenangan terukir di sana. Beuuuuuuuuuuh... bahasanya.

OK! Met berselingkuh ria! Oh iya, kalau mau selingkuh, Selingkuhlah Terang-Terangan! Maksudnya, kabar-kabari kawan-kawan, kerabat, tetangga, dll yang termasuk kontak di blog sebelumnya. Biar bisa tetep silaturrahim gitu....

Wassalamu’alaikum