Monday, November 22, 2010

Buku Masa Kecilku

Assalamu'alaikum,

Kalau dibilang saya ini kutu buku, ehm... kayaknya enggak, deh. Saya enggak terlalu maniak membaca buku, yang harus membaca buku sekian judul dalam sebulan, atau bahkan seminggu. Jauuuh... banget. Tapi, saya suka buku. Saya suka membaca buku. Oleh sebab itu, saya mengambil perbukuan sebagai cita-cita saya. Dari berbagai cita-cita masa kecil saya (yang sering gonta-ganti), profesi di bidang buku inilah yang akhirnya bisa kesampaian.

Kedekatan saya dengan buku tidaklah seperti anak-anak zaman sekarang, yang sejak dini sudah dikenalkan dengan aneka bacaan anak. Orangtua saya yang hanya seorang pedagang soto grobakan tidaklah mudah untuk memberikan bacaan bergizi untuk anak-anaknya. Jangankan untuk membeli buku, untuk makan hari ini saja rasanya sulit sekali.

Setelah usia masuk SD, orangtua menyekolahkan saya. Mereka tetap berpikir bahwa pendidikan itu penting. Nah, sejak itulah saya mengenal buku. Saya benar-benar belajar membaca dan menulis ya di SD. Saya tidak masuk TK. Tak heran jika di kelas itu saya termasuk anak yang belum bisa baca-tulis-gambar-menyanyi sewaktu awal masuk kelas satu. Malu? Waktu itu masih kecil, kayaknya cuek aja. Alhamdulillah, ketika tes CAWU I saya sudah bisa membaca soal ujian saya sendiri, tanpa dibantu guru.

Saya mulai mengenal buku selain buku pelajaran adalah dari teman sekelas saya. Rumahnya di belakang SD, jadi sering kali ketika waktu istirahat atau sepulang sekolah, saya main di rumahnya. Menyenangkan sekali, karena banyak buku anak dan majalah Bobo di lemari-lemari buku.

Ibu dari teman saya itu bekerja di Majalah Bobo, majalah anak yang sampai sekarang masih eksis. Entahlah sebagai apa, saya tidak pernah bertanya-tanya. Yang saya tahu, beliau bekerja di sana dan itulah yang menyebabkan banyak sekali majalah Bobo di rumahnya. Saya sering meminjam beberapa majalah untuk saya baca di rumahnya, atau saya bawa pulang untuk dibaca di rumah. Namun, ketika kita kelas 3 SD, teman saya itu pindah rumah. Saya sedih bukan main. Tidak hanya kehilangan teman, tp juga bacaan. Nah, sejak saat itulah saya bercita-cita menjadi penggiat buku, biar punya bacaan yang banyak.


penampakan majalah Bobo tahun lawas. mungut dari sini

Oya, ternyata bukan buku-buku pelajaran atau majalah2 teman saya itu perkenalan pertama saya dengan buku. Ada buku sakti yang merupakan buku pertama saya, buku masa kecil saya. Buku itu adalah sebuah buku agenda bersampul hitam dengan kancing (penutup) di bagian kupingnya. Buku ini adalah buku yang biasa dipakai Bapak untuk mencatat keuangan keluarga, baik itu pendapatan dagang maupun pengeluaran sehari-hari. Ah... jauuuh sekali dengan kriteria buku bacaan anak yang warna-warni, lucu dengan gambar-gambar yang mengembangkan imajinasi.

Sewaktu belum bisa menulis, buku itu jadi pelampiasan saya untuk belajar menulis dan membaca. Tulisan bapak yang panjang-meliuk-miring ke kanan (tulisan khas orang-orang zaman dulu), saya tiru sedemikian rupa. Dulu, rasanya tulisan saya itu sudah miriiiiip sekali, tetapi kenapa sekarang kalau saya lihat jadi jauh berbeda, ya?


Ini penampakan "buku sakti" itu
Alhamdulillah, buku itu masih ada sampai sekarang. Sampai ketika saya sudah punya bocah mungil yang mulai gemar "membaca" buku. Lantas, kalau bocah saya itu mencoret-coret, merobek, atau merusak bukunya, saya akan marah? Ah, malu. Berkaca pada riwayat masa kecil saya yang terabadikan di buku Bapak saya itu, tentu saya memaklumi imajinasinya. Bisa jadi bocah saya itu memang sedang belajar dan berinteraksi dengan buku itu. Jadi, biarkan saja si anak bereaksi sedemikian rupa kepada buku-bukunya itu. Tapi, tetap beri pengertian bahwa buku itu untuk dibaca. Kalau dirobek atau dicoret-coret, tentu susah membacanya.


Wassalam,

Monday, November 8, 2010

Anti Penerbit Lain = Rugi

Assalamu'alaikum,

Mungkin ada beberapa teman yang kenal saya sebagai pekerja di sebuah penerbitan. Ya, memang saya adalah pekerja buku, tapi jangan tanya berapa buku yang saya sudah tulis, ya? Karena belum ada satu pun buku yang saya lahirkan. Nah, meskipun saya terikat secara kekaryawanan di sebuah penerbitan, tetapi saya bukan orang yang anti pada penerbit lain. Baik itu anti untuk bekerja sama, mengonsumsi produknya, maupun membagi ide bersama mereka.

Oleh sebab itu, saya tidak pernah menolak orang mengiklankan, menawarkan, bahkan memberi gratis (hehehe... maunya) buku terbitan lain kepada saya. Mengapa? Karena setiap kepala tentu punya ide-ide yang berbeda, yang bisa jadi tidak muncul di kepala saya, atau di buku-buku yang mampir di penerbitan saya. Wah, alangkah ruginya kalau saya menyia-nyiakan ilmu-ilmu itu melintas begitu saja.

Sejak saya memiliki anak, saya pun mulai mengamati buku-buku anak. Awalnya, saya berkeinginan untuk menuliskan buku untuk anak saya sendiri. Saya pikir, bacaan yang kelak dibaca anak saya itu setidaknya aman. Maksudnya, tidak menyimpang dari pengetahuan dasar yang telah saya yakini, terutama dalam hal keagamaan. Mulailah saya menulis sendiri, menggambar sendiri, mengemas dengan kertas-kertas ala kadarnya--yang saya "pulungi" dari rekan-rekan percetakan--, dan saya jilid sendiri. Hasilnya? Mungkin buku gambar anak TK zaman sekarang akan lebih bagus daripada "hasil karya" saya itu.

Seiring berjalannya waktu, dengan mengambing hitamkan pekerjaan yang menumpuk dan menguapnya hobi menggambar saya, saya pun lupa dengan cita-cita saya untuk membuat buku-buku untuk putra saya itu. Ah, lagi pula umur buku-buku asalan itu juga tidak pernah lama, sekarang sudah seperti apa itu bentuknya. Lagi pula, banyak hal yang belum saya kuasai. Masak saya mau anak saya seperti saya, yang gagap di sejarah, ilmu alam, dan masih banyak lagi? Alasan-alasan itu yang membuat pupus harapan saya untuk menulis buku untuk anak saya sendiri.

Oleh sebab itu, saya pun berburu buku. Buku-buku dari penerbit tempat sekarang saya bekerja maupun tempat kerja saya yang lama memang banyak. Tentunya saya punya jatah nomor lepas karena saya turut membantu di dapurnya. Tapi, saya masih lapar, saya masih suka ngelirik-lirik penerbit sebelah. Maunya sih dapat gratisan jg, tapi mana bolehlah? Ya sudah, akhirnya saya menabung demi memperoleh harta-harta tak ternilai itu.

Nah, itulah mengapa saya tidak pernah menolak jika ada tawaran-tawaran dari penerbit lain. Ada yang mau menawarkan saya buku? Saya terima dengan senang hati, apa lagi kalau cuma-cuma. Ada yang mau menawarkan untuk bekerja sama? Hayuk, ini kan dalam rangka memupuk amal jariah. Senangnya kalau bisa berbagi.

Wassalam.