Tuesday, September 21, 2010

[In Memoriam] Tetangga Kubikel Saya, Pak Mula Harahap

Kamis, 16 September 2010. Dunia perbukuan Indonesia kehilangan seorang penggiatnya yang amat semangat dan unik. Pak Mula Harahap. Dan, beruntungnya saya sempat belajar dengan beliau.

Setelah cuti melahirkan akhir tahun lalu, saya baru bertemu beliau. Kami satu ruangan. Ruangan yang ada di ujung lantai satu bangunan Montong 57 ini memang dihuni oleh dua redaksi, Tangga Pustaka dan Qultum Media. Jangan bayangkan isinya pasti hiruk-pikuk karena ada dua redaksi dengan jumlah lebih dari sepuluh orang di sana. Tidak, kami hanya berenam di ruangan ini. Tiga orang redaksi Tangga (satu editor, satu redpel, dan Pak Mula sebagai direktur) dan tiga orang redaksi Qultum (dua editor, satu pimred).

Kiprahnya di dunia perbukuan tidaklah kecil. Tapi, begitu banyaknya ilmu dan pengalamannya yang malang melintang itu, dia tidak pernah terkesan kaku atau sulit dijangkau kami, maksudnya saya yang masih amat "muda" dalam hal perbukuan ini, dan yang sering kikuk kalau berhadapan dengan orang-orang besar. Kesan itu tidak ada sama sekali. Beliau bisa membaur dengan kami-kami, yang amat jauh junior di bawahnya.

Celetukan-celetukan ringannya menyegarkan dan berisi. Lucu, tapi berbobot. Bukan seperti candaan yang kosong melompong tanpa hikmah. Selain itu, beliau tidak pernah segan atau malu bertanya kepada yang muda tentang hal-hal kecil sekalipun.

Masih segar di memori saya, H-1 kepulangannya, beliau sedang semangat menulis. Entah apa yang sedang beliau kerjakan. Saya pun saat itu sudah sibuk dengan deadline pekerjaan saya padahal kantor masih sepi karena belum banyak yang masuk setelah libur lebaran. Di ruangan  itu, hanya ada saya dan beliau. Pak Haji (pimred saya) sedang keluar ruangan dan Tina (editor Tangga) belum datang. Beliau bertanya, "Ian, kalau gelas yang ada pegangannya itu biasanya disebut apa, ya? Kalau saya sebut cangkir bisa tidak? Tapi ini lebih tinggi dari cangkir." Saya menjawab, "Yang biasa dipakai sih mug, Pak." "Oh, iya. Kalau bahasa Inggrisnya kan mug. Jadi, saya bisa pakai kata itu, ya?" "Iya, Pak. Itu sudah biasa dipakai, kok."

Saya tak menyangka, percakapan tentang mug itu adalah percakapan terakhir antara saya dan beliau. Percakapan itu terjadi sebelum zuhur. Ketika siang hari setelah shalat zuhur, saya sudah tidak melihat beliau di kubikelnya. Ternyata beliau sudah pulang duluan karena tidak enak badan kata Tina. Padahal, saat jam makan siang, hujan deras sekali. Kami, para karyawan yang sudah masuk sibuk memesan jasa pengiriman makanan siap saji lewat telepon. Sementara itu, Pak Mula meminta biskuit yang ada di meja Tina. Biskuit yang jadi jatah parcel Tina dari kantor.

"Tina, saya boleh minta biskuit itu? Besok saya ganti. Hujan lebat, saya jadi malas cari makan."

Oh ya, Pak Mula Harahap adalah seorang atasan yang sangat tidak ingin merepotkan orang lain, bahkan bawahan atau OB sekalipun. Pernah suatu hari, saya melihat beliau mencuci sendiri piring bekas makan siangnya, dan itu adalah piring kantin. Piring yang biasa kita tinggalkan di tempat cuci piring atau bahkan teronggok di meja kantin, yang kemudian ibu kantin ambil dan mencucinya.

Pak Mula, mungkin saya bukanlah orang yang sering duduk-duduk dan berlama-lama berbincang dengan Bapak. Terus terang, saya tidak kuat dengan asap rokok yang Bapak kebulkan. Tapi, saya sangat salut karena Bapak ringan hati untuk merokok di luar ruangan dan pernah beberapa waktu berusaha berhenti mengisap rokok. Saya juga termasuk orang yang tidak mengikuti update status facebook Bapak karena saya belum jadi kontak Bapak, tapi saya toh dengar langsung dari mulut Bapak di ujung kubikel sana apa yang ingin Bapak suarakan di facebook. Saya jadi belajar tentang santun bahasa, tentang editor yang sebenarnya, dan tentang dunia indah bernama perbukuan dari seorang Bapak bersahaja seperti Anda. Betapa bahasa tulis dan lisan Bapak amat sederhana, tidak bertele-tele, dan tidak ada yang berbeda. Ketika saya membaca tulisan Bapak, itulah bahasa yang Bapak pakai ketika bercakap-cakap langsung.

Selamat jalan, Pak Mula. Terima kasih atas segala ilmu yang sempat engkau bagikan kepada saya. Semoga engkau mendapat tempat terbaik di sana.


photo saya unduh dari album facebooknya.