Thursday, June 24, 2010

Assalamu'alaikum

Alhmadulillah, sudah setahun . Bukan usia Azzam, putra kami, yang mencapai setahun. Insya Allah 2 bulan satu minggu lagi usianya baru genap setahun. Kali ini adalah cerita setahun rumah (pinjaman) kami. Sebuah kontrakan mungil di pinggir Jakarta, nyaris disenggol kota Depok.

Tidak terasa, rumah yang dipinjami bapak dan ibu ramah, yang tinggal di sebelah, sudah harus kami bayar lagi biaya kontraknya. Meski baru setahun, sudah banyak cerita terukir di rumah berpagar hijau itu. Ada cerita duka, tapi lebih banyak suka citanya. Alhamdulillah.

Saya masih ingat, setahun lalu saya yang dengan perut membuncit dan suami bolak-balik mengangkut barang-barang yang tak seberapa banyaknya dari mobil papa (mertua) ke dalam rumah. Masih segar di ingatan saya, waktu itu kami hanya punya kasur usang yang dipindahkan dari kamar suami ke kamar kami dan sebuah lemari kayu jati kuno peninggalan nenek dari suami. Saya juga masih mengenang betapa saya hanya menumpuk perabotan masak-makan-minum kami di sebuah meja kayu kecil buatan bapak. Lebih dari itu, tak luput pula dari ingatan saya tentang sepinya rumah yang waktu itu hanya ditinggali oleh saya dan suami. Yang paling saya ingat juga adalah ketika saya mulai mulas-mulas kontraksi karena dorongan si jabang bayi ya di rumah mungil itu.

Sekarang... Alhamdulillah, rumah itu mulai ramai. Bukan saja ramai dari celotehan bayi sembilan bulan lebih sekian yang mulai tak bisa diam tangan, kaki, dan mulutnya, tetapi juga ada suara-suara anak-anak tetangga yang ikut bermain bersama. Rumah itu juga tidak selowong setahun lalu. Meski ruang tamu kami masih kosong melompong tanpa ada perabot apa pun, setidaknya kamar utama sudah punya kasur, dapur sudah ada rak piring dan kompor beli sendiri (sebelumnya dipinjami ibu ), dan lemari pendingin penyimpan ASI dan bahan makanan kami.

Tetangga-tetangga masih bilang rumah kami sepi. Ya, karena aktivitas kami masih banyak di luar rumah. Saya dan suami masih bekerja sejak pagi sampai maghrib. Mungkin juga karena kami tidak memiliki si kotak ajaib yang sebenarnya bukan barang mewah lagi pada masa sekarang ini. Kami memang sengaja tidak membelinya. Kami pikir urgensi benda itu belum sampai kategori dibutuhkan. Kami cukupkan hiburan di rumah ini adalah permata hati kami. Bermain dengannya, membaca Al-Qur`an bersama, membaca cerita, bernyanyi-nyanyi, sampai bergotong royong membersihkan rumah. Sungguh hiburan yang tak ada tandingannya.

Bagi kami, tidak mengapa dibilang pelit-kuno-kolot-nggak jamani. Kami tetap up date berita-berita melalui media lain (internet dan koran--difasilitasi oleh kantor ). Justru kami jadi bisa membatasi berita apa saja yang kami inginkan untuk kami konsumsi lebih, dan berita apa saja yang cukup diketahui selentingan. Berita-berita media kini makin gempar saja, heboh, dan kami pikir dampaknya itu akan lebih dahsyat lagi.

Syukurlah, si kecil sudah terbiasa dengan hidup seperti ini. Ketika sesekali kami berkunjung ke rumah mbah atau gedeh yang pastinya ada si benda ajaib itu, ia justru lebih memilih memainkan benda-benda di sekitarnya. Meja, kursi, lemari. Semoga hal ini bermanfaat bagi perkembangannya kelak, dan semoga kami konsisten dengan penanaman nilai yang kami buat.

Setahun sudah....