Wednesday, July 23, 2008

Ketika Mas Supra Pergi

Jadi ingat novelnya bunda Helvy tahun 90-an akhir, yang judulnya “Ketika Mas Gagah Pergi.”

Alkisah, di suatu hari, Ummu Sulaim menyambut suaminya, Abu Thalhah, dengan senyum terindah. Membuat suaminya merasa nyaman setelah melakukan perjalanan panjang demi menjalankan perintah Rasulnya.

Sang suami yang meski merasa lelah adalah seorang ayah yang perhatian. Dalam keadaan seperti itu, yang pertama kali ia tanyakan adalah, “Wahai istriku, bagaimanakah keadaan putra kita?” Memang ketika ia pergi, putra semata wayangnya itu dalam keadaan kurang sehat. Namun kecintaannya kepada Rasulnya lebih besar, sehingga ia ikhlas meninggalkan sang buah hati demi memenuhi panggilan Rasul.

“Alhamdulillah, dia sudah lebih tenang sekarang, wahai suamiku,” begitulah jawab sang istri shalihah. Kemudian, ia melanjutkan, “Suamiku, apakah pendapatmu jika ada seseorang yang dititipkan sesuatu, kemudian sesuatu tersebut diminta kembali oleh sang penitip?”

“Demi Allah, hendaknya ia mengembalikan titipan tersebut kepada penitipnya,” jawab Abu Thalhah.

“Adakah ia mesti kecewa, merasa tidak rela akan hal itu?” tanya Ummu Sulaim kembali.

“Sungguh, seharusnya ia mengembalikannya dengan ikhlas,” jawab Abu Thalhah.

Begitulah yang dilakukan seorang istri shalihah terhadap suaminya. Tidak hanya itu, bahkan ia pun menjalani kewajibannya sebagai seoarang istri sebagaimana biasanya. Padahal di balik itu semua, ia menyembunyikan rasa sedih di dalam hatinya. Ternyata yang dimaksud dengan “tenang”-nya putra mereka adalah ia telah diminta kembali oleh Sang Pemilik. Ia telah kembali kepada-Nya. Namun berita duka itu tidak serta-merta disampaikannya kepada sang suami. Demi menjaga kondisinya yang pastinya saat itu sedang kelelahan, dan berita itu bisa menjadi suatu berita yang menambah kepedihannya.

Awalnya, Abu Thalhah pun geram ketika mengetahui berita yang sebenarnya. Namun, Rasulullah mengingatkannya dan menyatakan bahwa demikianlah yang seharusnya dilakukan seorang istri pada kondisi seperti itu. Lantas, mereka pun mengikhlaskan amanah itu diminta kembali oleh Sang Penitip.

Demikianlah seharusnya. Pagi ini, Mas Supra telah diminta kembali kepada Sang Pemilik Semesta. Kami pun harus merelakannya. Kami ikhlaskan ia pergi. Ini pelajaran bagi kami dari-Nya. Mungkin kami tidak bisa menjaga amanah-Nya, kami jarang bersedekah, kami tidak mensyukuri segala nikmat-Nya. Maka kami pun diingatkan kembali. Dan pagi ini, kami masih bisa menghirup udara pagi dengan senyuman.

Kami sedang belajar menjadi tukang parkir. Mereka menjaga sebaik-baiknya semua kendaraan yang dititipkan para penitip. Tetapi mereka ikhlas ketika titipan itu mesti dikembalikan. Subhanallah, indahnya J

1 comment:

semuacinta said...

emang dikemanain mas supranya? diambil orang????